- Latar Belakang
Prinsip bagi hasil ( mudharabah ) dalam peraturan perundang-undangan tersebut menjadi dasar hukum secara yuridis normatif dalam pengoperasian perbankan syariah di Indonesia yang menandai dimulainya era sistem perbankan ganda ( dual banking system ) di Indonesia. Anggapan yang miring terhadap hukum islam ini perlu dieliminir dengan langkah-langkah sosialisasi dan penyebarluasan informasi mengenai hukum islam ke seluruh lapisan masyarakat, mulai dari masyarakat kampus dan kalangan cendekiawan, sampai masyarakat pada umumnya.
- Rumusan Masalah
- Bagaimana definisi mudharabah ?
- Bagaimana rukun dan macam-macam mudharabah ?
- Bagaimana syarat-syarat mudharabah ?
- Tujuan
- Untuk mengetahui definisi mudharabah
- Untuk mengetahui rukun dan macam-macam mudharabah
- Untuk syarat-syarat mudharabah.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. DEFINISI MUDHARABAH DAN DASAR HUKUMNYA
- Definisi Mudharabah
Mudharabah diambil dari kata : Aldharbu filardhi yang artinya melakukan perjalanan untuk berdagang. Dalam Alquran Surah Al-Muzammil (73) ayat 20 disebutkan :
Dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah.
Istilah mudharabah dengan pengertian bepergian untuk berdagang digunakan oleh ahli (penduduk) Irak. Sedangkan ahli (penduduk) Hijaz menggunakan istilah qiradh, yang diambil dari kata qardh yang artinya alqadh’u yakni memotong. Dinamakan demikian karena pemilik modal memotong sebagian dari hartanya untuk diperdagangkan oleh ‘amil dan memotong sebagian dari keuntungannya.
Dalam pengertian istilah, mudharabah didefinisikan oleh Wahbah Zuhaili sebagai berikut :
Mudharabah adalah akad penyerahan modal oleh si pemilik kepada pengelola untuk diperdagangkan dan keuntungan dimiliki bersama antara keduanya sesuai dengan persyaratan yang mereka buat.
Sayid Sabiq memberikan definisi mudharabah sebagai berikut :
Yang dimaksud dengan mudharabah di sini adalah suatu akad antara dua pihak dimana salah satu pihak memberikan uang modal kepada pihak lain untuk diperdagangkan dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi diantara mereka berdua sesuai dengan kesepakatan mereka.
Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa mudharabah adalah suatu akad atau perjanjian antara dua orang atau lebih, dimana pihak pertama memberikan modal usaha sedangkan pihak lain menyediakan tenaga dan keahlian, dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi diantara mereka sesuai dengan kesepakatan yang mereka tetapkan bersama. Dengan perkataan lain dapat dikemukakan bahwa mudharabah adalah kerjasama antara modal dengan tenaga atau keahlian. Dengan demikian, dalam mudharabah ada unsur syirkah atau kerjasama, hanya saja bukan kerjasama antara harta dengan harta atau tenaga dengan tenaga, melainkan antara harta dengan tenaga. Disamping itu, juga terdapat unsur syirkah (kemilikan bersama) dalam keuntungan. Namun apabila terjadi kerugian maka kerugian tersebut ditanggung oleh pemilik modal, sedangkan pengelola tidak dibebani kerugian, karena ia telah rugi tenaga tanpa keuntungan. Oleh karena itu, beberapa ulama memasukkan mudharabah kedalam salah satu jenis syirkah, seperti yang dikemukakan oleh Hanabilah.
- Dasar Hukum Mudharabah
Para ulama mazhab sepakat bahwa mudharabah hukumnya dibolehkan berdasarkan Alquran, sunnah, ijma’ dan qiyas. Adapun dalil dari Alquran antara lain Surah Al-Muzammil (73) ayat 20 yang berbunyi sebagai berikut :
Dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah.
Sedangkan dalil dari hadis antara lain :
Hadis yang diriwayatkan oleh Shuhaib :
Dari Shuhaib, bahwa Nabi bersabda : ada tiga perkara di dalamnya terdapat keberkahan :
(1) jual beli tempo,
(2) muqaradhah,
(3) mencampur gandum dengan jagung untuk makanan di rumah bukan untuk dijual.
(HR. Ibnu Majah)
Dari ayat Alquran dan hadis tersebut jelaslah bahwa mudharabah atau qiradh merupakan akad yang di bolehkan.Dalam hadist yang pertama dijelaskan bahwa muqaradhah atau qiradh atau mudharabah merupakan salah satu akat yang didalam nya terdapat keberkahan.karena membuka lapangan kerja.Dalam hadis yang kedua dan ketiga dijelaskan tentang praktik mudharabah oleh Usman sebagai pemilik modal dengan pihak lain sebagai khalifah mewakili negara selaku pemilik modal dengan Abdulah dan ‘Ubaidillah sebagai pengelola,Kedua hadis yang disebut terakhir memang tidak bersumber dari Nabi melainkan hanya meruapakan tindakan sahabat,namun tidak mengurangi kekuatan hukum dibolehkannya akad mudharabah.
Adapun dahlil dari ijma,pada zaman sahabat sendiri banyak para sahabat yang dapat melakukan akad mudharabah dengan cara memberikan harta anak yatim sebagai modal kepada pihak lain,seperti Umar,Usman (yang hadis nya telah disebutkan di atas),Ali,Abdullah bin Ma’ud,Abdullah binUmar,Abdullah bin ‘Amir,dan Siti’Aisyah,dan tidak ada riwayat yang menyatakan bahwa para sahabat yang mengingkarinya.Oleh karena itu, hal ini dapat disebut ijma’.
Adapun dalil qiyas adalah bahwa mudharabah diqiyas kan kepada akad musaqah,karena sangat dibutuhkan oleh masyarakat.Hal tersebut dikarenakan dalam realita kehidupan sehari-hari,manusia ada yang kaya dan ada yang miskin.Kadang-kadang ada orang kaya yang memilki harta,tetapi ia tidak memiliki harta,tetapi ia tidak memiliki ke ahlihan berdagang,tetapi ia tidak memiliki harta (modal).Dengan adanya kerja sama antara kedua pihak tersebut,maka kebutuhan masing-masing bisa dipadukan,sehingga menghasilkan keuntungan.
- RUKUN MUDHARABAH, MACAM-MACAM DAN SIFATNYA
- RUKUN MUDHARABAH
Rukun akad mudharabah menurut Hanafiah adalah ijab dan qabul,dengan menggunakan lafal yang menunjukkan kepada arti mudharabah.lafal yang digunakan untuk ijab adalah lafal mudharabah,muqaradhah ,dan,mu’amalah,serta lafal-lafal lain yang artinya sama dengan lafal-lafal tersebut.Sebagai contoh,pemilik modal mengatakan : “Ambillah modal ini dengan mudharabah,dengan ketentuan keuntungan yang diperoleh dibagi di antara kita berdua dengan nisbah setengah,seperempat,atau sepertiga.”
Menurut jumhur ulama,rukun mudharabah ada tiga,yaitu:
a.aqid, yaitu pemilik modal dan pengelola ( amil/mudharib ),
b.ma’qud ‘alaih, yaitu modal,tenaga (pekerjaan) dan keuntungan, dan
c.shighat,yaitu ijab dan qabul.
Sedangkan Syafi’iyah menyatakan bahwa rukun mudharabah ada lima,yaitu:
- Modal
- Tenaga (pekerjaan)
- Keuntungan
- Shighat
- ‘aqidain.
- Macam-Macam Mudharabah
Mudharabah terbagi dua bagian:
a.mudharabah mutlak,
b.mudharabah muqayyad.
Yang dimaksud dengan mudharabah mutlak adalah akad mudharabah di mana pemilik modal memberikan modal memberikan modal kepada ‘amil (pengelola) tanpa disertai dengan pembatasan (qaid ).Contohnya seperti kata pemilik modal:
“Saya berikan modal ini kepada Anda dengan mudharabah,dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi dua atau di bagi tiga.” Di dalam akad tersebut tidak ada ketentuan atau pembatasan mengenai tempat kegiatan usaha,jenis usaha,barang yang di jadikan obyek usaha,dan ketentuan-ketentuan yang lain.
Adapun pengertian mudharabah muqayyad adalah suatu akad mudharabah di mana pemilik modal memberikan ketentuan atau batasan-batasan yang berkaitan dengan tempat kegiatan usaha,jenis usaha,barang yang menjadi obyek usaha,waktu,dan dari siapa barang tersebut dibeli.Pembatasan dengan waktu dan orang yang menjadi sumber pembelian barang dibolehkan menurut Abu Hanifah dan Ahmad,sedangkan menurut Malik Syaf’i tidak dibolehkan.Demikian pula menyandarkan akad kepada waktu yang akan datang dibolehkan, menurut Abu Hanifah dan Ahmad,dan tidak dibolehkan menurut Imam Malik dan Syafi’i.
- Sifat Akad mudharabah
Para ulama telah sepakat bahwa sebelum dilakukan nya kegiatan usaha oleh pengolola,akad mudharabah sifatnya tidak mengikat (ghair lazim),dan masing-masing pihak boleh membatalkannya.Akan tetapi,mereka (para ulama) berbeda pendapat apabila pengelola (amil/mudharib) telah memulai kegiatan usahanya.menurut Imam Malik,akad mudharabah menjadi akan yang mengikat (lazim) setelah pengelola memulai kegiatan usahanya.Dengan demikian, akand tersebut tidak bisa dibatalkan sampai barang-barang dagangan berubah menjadi uang.Di samping itu,akad tersebut juga bisa diwaris.Dengan demikian apbila mudharib memiliki anak-anak yang dapat di percaya,mereka bisa bekerja dalam kerangka mudharabah seperti bapaknya. Akan tetapi,menurut Imam Abu Hanafiah, syafi’i dan Ahmad,meskipun mudharib telah memulai kegiatan usaha nya, akad tersebut tetap tidak mengikat (ghair lazim ) sehimgga setiap saat bisa dibatalkan.Di samping itu,akad tersebut tidak bisa diwariskan.
- SYARAT-SYARAT MUDHARABAH
Untuk keabsahan mudharabah harus di penuhi beberapa syarat yang berkaitan dengan ‘aqaid,modal,dan keuntungan.
- Syarat yang Berkaitan dengan ‘aqid
Adapun syarat-syarat yang berkaitan dengan ‘aqid adalah bahwa ‘aqid baik pemilik modal maupun pengelola (mudharib) harus orang yang memiliki kecakapan untuk memberikan kuasa dan melaksanakan wakalah.Hal itu dikarenakan mudharib melakukan tasarruf atas perintah pemilik modal, dan ini mengandung arti pemberian kuasa.Akan tetapi tidakdisyaratkan aqidain harus muslim.Dengan demikian,mudharabah bisa dilaksanakan antara muslim dan dzimmi atau musta’man yang ada di negri Islam.Di samping itu juga disyaratkan aqidain harus cakap melakukan tasarruf.Oleh karena itu,mudharabah tidak sah dilakukan oleh anak yang masih di bawah umur,orang gila, atau yang dipaksa.
- Syarat yang berkaitan dengan Modal
Syarat-syarat yang berkaitan dengan modal adalah sebagai berikut:
a.Modal harus berupa uang tunai,seperti dinar,dirham,rupiah,atau dolar dan sebagai nya, sebagaimana hal nya yang berlaku dalam syirkah iman,Apabila modal berbentuk,baik tetap maupun bergrak,menurut jumhur ulama mudharabah tidak sah.
b.Modal harus jelas dan diketahui ukurannya.Apabila modal tidak jelas maka mudharabah tidak sah.
C..Modal harus ada dan tidak boleh berupa uang tetapi tidak berarti harus ada dimajelis akad.
d.Modal harus diserah kahkan kepada pengelola,agar dapat di gunakan untuk kegiatan usaha. Hal ini dikarenakan modal tersebut merupakan amanah yang berada di tangan pengelola.
- Syarat yang berkaitan keuntungan
Adapun syarat-syarat berkaitan dengan keuntungan adalah sebagai berikut:
a.Keuntungan harus di ketaui kadarnya
Tujuan di adakan nya akad mudharabah adalah untuk memperoleh keumtumgan. Apabila keuntungan nya tidak jelas maka akibatnya akad mudharabah bisa fasid.Apabila seseorang menyerahkan modal kepada pengelola sebesar Rp.10.000.000,00 dengan ketentuan mereka bersekutu dalam keuntungan,maka akad semacam ini hukum nya sah,dan keuntungan dibagi rata setengah,setengah.Hal tersebut dikarenakan syirkah atau persekutuan menghendaki persamaan,sesusai dengan firman Allah dalam Surah An-Nisa (4) ayat 12 :
Tetapi jika saudara-saudara seribu itu lebih dari seorang maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu.
- HUKUM MUDHARABAH
Hukum mudharabah ada dua macam :
- Mudharabah fasid
- Mudharabah shahih.
- Mudharabah yang Fasid
Apabila mudharabah fasid karena Syarat-syarat yang tidak selaras dengan tujuan mudharabah maka menurut Hanafiah , Syafi’iyah, dan Hanabilah mudharib tidak berkah melakukan perbutan sebagaimana yang dikehedaki oleh mudharabah yang shahih.
Beberapa hal yang menyebabkan dikembalikannya mudharabah yang fasid kepada qiradh mitsl adalah :
a.qiradh dengan modal barang bukan uang
b.keadaan keutungan yang tidak jelas
c.pembatasan qiradh dengan waktu,seperti satu tahun
d.menyadarkan qiradh kpd masa yang akan datang
e.mensyaratkan agar pengelola mengganti modal apabila hilang atau rusak tanpa sengaja
- Mudharabah yang Shahih
Mudharabah yang shahih adalah suatu akad mudharabah yang rukun dan syaratnya terpenuhi . Pembahasan mengenai mudharabah yang shahih ini meliputi beberapa hal, yaitu :
a.kekuasaan mudharib
b.pekerjaan dan kegiatan mudharib
c.hak mudharib
d.hak pemilik modal
- Kekuasaan mudharib
Para fuqaha telah sepakat bahwa mudharib (pengelola) adalah pemegang amanah terhadap barang (modal) yang ada di tangannya. Dalam hal ini statusnya sama denga wadi’ah (titipan). Hal ini karena ia memegang modal tersebut atas izin (persetujuan) pemiliknya,bukan karena imbalan seperti dalam jual beli, dan bukan pula jaminan seperti halnya dalam gadai ( rahn )
- Tasarruf (Tindakan Hukum)Mudharib
Tasarruf pengelola (mudharib) hukumnya berbeda-beda tergantung kepada jenis mudharabah-nya apakah mutlak atau muqayyad.
- Dalam mudharabah mutlak
Apabila mudharabah-nya mutlak, maka mudharib pengelola) bebas menentukan jenis usaha yang akan dilakukan,tempat,dan orang yang akan dijadikan mitra usahanya. Ia boleh melakukan jual beli apa saja yang tidak dilarang oleh syara’ dengan tujuan memperoleh keuntungan.Hanya saja dalam melakukan pembelian ada pembatasan dengan menggunakan ukuran makruf (sedang),yakni harus memperhatikan harga pasar, atau kalapun kurang atau lebih tetapi hanya sedikit .Hal tersebut dikarenakan mudharib statusnya sbagai wakil dari pemilik modal.
Meskipun mudharabahnya mutlak,namun ada beberapa hal yang tidak boleh dilakukan oleh mudharib,yaitu sebagai berikut:
a).Mudharib tidak dibolehkan melakukan sebagian perbuatan kecuali dengan adanya persetujuan yang jelas dari pemilik modal.Misalnya memberikan utang dari modal mudharabah.Apabila ia melakukannya maka utang tersebut ditanggung oleh mudharib dari hartanya sendiri.
b).Mudharibb tidak boleh membeli barang untuk qiradh yang melebihi modal mudharabah, baik tunai maupun tempo.Hal itu karena ada hadis yang melarang mengambil keuntungan dari barang yang tidak ditanggung,Dalam hal ini pengelola (mudharib) menanggung sendiri kelebihan dari modal yang diberikan kepadanya.
c.Mudharib tidak boleh melakukan syirkah dengan menggunakan modal mudharabah, atau mencampurkan dengan harta sendiri atau dengan harta orang lain,kecuali apabila di izinkan oleh pemilik modal.
- Dalam mudharabah muqayyad
Ketentuan-ketentuan yang berlaku untuk mudharabah yang mutlak,sebagaimana disebutkan diatas berlaku juga untuk mudharabah muqayyad.
a) pembatasan tempat
b) pembatasan mitra usaha
c) pembatasan waktu
c. Hak-hak mudharib
Hak-hak mudharib yang diterima sbagai imbalan atas pekerjaan ada dua macam:
1.biaya kegiatan
2.keuntungan yang ditentukan dalam akad
- Biaya kegiatan
Para fuqaha berbeda pendapat dalam maslah biaya kegiatan selama mengelola harta mudharabah.Menurut Iman Syafií dalam salah satu pendapatnya,mudharib tidak berkah atas nafakah (biaya)yang diambil dari harta mudharabah,baik dalam keadaan di tempat sendiri maupun dalam keadaan perjalanan,kecuali apabila ada izin dari pemilik modal. Mereka mendasarkan pendapatnya kepada atsar yang diriwayatkan dari Abdurrazaq dari Sufyan Tsauri dari Hisyam bin Hassan dari Ibnu Sirin berkata:
Apa yang dimakan oleh mudharib maka ia merupakan utang atanya..
- Keutungan yang disebutkan dalam akad
Mudharib berhak atas keuntunga yang disebut dalam akad,sebagai imbalan dari usahanya dalam mudharabah,apabila usahanya memperoleh keuntungan. Alasan yang memperkuat bahwa pemilik modal harus mengambil modalnya sebelum keuntungan dibagi adalah hadis yang menyatakan bahwa Nabi bersabda:
Perumpamaan seorang mukmin adalah seperti seorang pedagang yang keutungannya tidak diserahkan kepadanya sehingga modalnya diserahkan. Demikian pula orang mukmin yang tidak diserahkan (dikerjakan) kepadanya sunnahnya sehingga diserahkan (dikerjakan) kewajibannya.
- Hak Pemilik Modal
Apabila usaha yang dilakukan oleh mudharib menghasilkan keuntunga, maka pemilik modal berhak atas bagian keutungan yang disepakati dan ditetapkan dalam akad, misalnya dalam akad mudharabh disepakati bahwa mudharib menerima 60% dari keuntungan, sedangkan pemilik modal menerima 40%.Keuntungan bersih yang diperoleh missal sebesar Rp.3.000.000,00 (tiga juta rupiah) maka pembagian keutungan adalah sebagai berikut: Mudharib menerima 60% X Rp.3.000.000,00 = Rp.1.800.000,00 sedangkan bagian pemilik modal 40% X Rp.3.000.000,00 =Rp.1.200.000,00
Apabila usaha yang dilakukan oleh mudharib tidak menghasilkan keuntungan maka baik mudharib maka baik mudharib maupun pemilik modal tidal memperoleh apa-apa, karena yang akan dibagi tidak ada.
- HAL- HAL YANG MEMBATALKAN MUDHARABAH
- Pembatalan larangan Tasarruf,dan Pemecahan
- Meninggalkan Salah Satu Pihak
- Salah Satu pihak terserang Penyakit Gila
- Pemilik Modal Murtad
- Harta Mudharabah Rusak di Tangan Mudharib